Sabtu, 12 November 2016

Etnosentrisme Perlukah?

Setiap suku bangsa atau ras tertentu akan memiliki ciri khas kebudayan, yang sekaligus menjadi suatu kebanggaan mereka. Mereka akan betingkah laku sejalan dengan norma-norma dan nilai-nilai yang terkandung dan tersirat dalam kebudayaan tersebut yang telah mereka lakukan sebagai kebudayaan yang dilakukan turun temurun.
Di Indonesia berbagai kebudayaan yang begitu banyak bisa menimbulkan salah persepsi diantara kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari adanya pandangan yang ketat terbatas terhadap kebutuhan atau keinginannya sendiri di mana pandangan tersebut sering kali tidak efektif untuk berurusan dengan orang lain.
Persoalannya adalah mengapa dengan banyaknya kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat menjadi semakin mudah saja adanya disintegrasi yang dilatarbelakangi oleh permasalahan etnosentrisme di Indonesia?  Apabila kita mengikuti alur pemikiran dari Agus Budi Wibowo yaitu menilai suatu budaya dari budaya kaca mata kita sendiri memang tidak akan menggiring kita pada suatu kesepakatan dan  yang kemudian muncul adalah pandangan-pandangan yang menilai suatu budaya bersifat terbelakang atau belum beradab, jika dibandingkan dengan kebudayaan kita.
Dengan adanya perasaan itulah yang menyebabkan tiap-tiap kelompok sosial sangat mudah bergesekan dengan kelompok lain yang bukan  in-groupnya yang sangat rentan terjadi disintegrasi sosial di Indonesia.
Maka tidak aneh ketika jika anggota-anggota dari masing-masing kelompok sosial memiliki preferensi untuk memaksa, dan setidaknya menggertak pihak yang dianggap lebih lemah untuk mengikuti kehendak mereka. Cara-cara kekerasan fisik dan verbal sengaja dilakukan untuk menundukkan pihak yang dipandang tidak sejalan. Melalui pemahaman demikian, tampaknya lebih tepat apabila kehadiran paham etnosentrisme bisa dilihat sebagai gejala deviasi atau penyimpangan sosial. Maka sangat wajar bila persoalan etnosentrisme menjadi agenda utama pemerintah guna menciptakan integrasi bangsa secara nasional.
Etnosentrisme sendiri mempunyai pengertian sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain. Etnosentrisme bisa diartikan sebagai suatu kecendrungan yang menganggap nilai - nilai dan norma - norma kebudayaannya sendiri dengan suatu yang prima, terbaik, mutlak dan dipergunakannya sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Dalam sumber lain mengatakan Etnosentrisme adalah sikap yang menggunakan pandangan dan cara hidup dari sudut pandangnya sebagai tolok ukur untuk menilai kelompok lain. Orang-orang etnosentris menilai kelompok lain relatif rendah dibandingkan  kelompok atau kebudayaannya sendiri, khususnya bila berkaitan dengan bahasa, perilaku, kebiasaan, dan agama.

Sebagai contoh, (maaf) misalkan ada orang dari luar Jogja yang kebetulan bertamu di daerah Jogja, lalu ia makan sambil ngomong dan berdiri atau jalan mondar-mandir. Orang Jogja yang cenderung bersikap etnosentrisme berlebih-lebihan mungkin akan langsung menghujat tamu dari luar daerah tadi yang dirasa berseberangan terhadap budaya masyarakat Jogja. Namun bagi masyarakat yang memiliki sikap fleksibel , tentu akan dengan mudah memahami perbedaan budaya pada individu/kelompok/daerah lain. 

Etnosentrisme sendiri bisa dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1.      etnosentrisme fleksibel.
 Cara pandang ini mencoba meletakkan etnosentrisme secara tepat dan dalam menafsirkan perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya. Singkat kata, sikap ini adalah perwujudan sikap kebanggan terhadap budaya asal tetapi masih mengindahkan keberadaan budaya lain.
2.      etnosentrisme infleksibel, sikap ini hanya bisa memahami sesuatu berdasarkan perspektif yang dimiliki dan tidak mampu memahami perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya.

Melihat dari definisi diatas menurut saya tidaklah perlu untuk memandang bahwa etnosentrisme harus dihilangkan sama sekali guna mencapai integrasi bangsa Etnosentrisme jelas bukan sesuatu yang harus dihilangkan sama sekali. Ia patut dipelihara karena etnosentrisme memang fungsional. Dalam hal ini etnosentrisme fleksibellah yang harus dikembangkan. Dengan etnosentrisme fleksibel, kehidupan multikultur yang damai bisa berlangsung sementara masing-masing kultur tidak kehilangan identitasnya.
Mengetahui mengenai budaya kelompok sendiri dan budaya kelompok sosial lain serta pengaruhnya terhadap cara-cara memahami realitas dalam keadaan tertentu tidak cukup untuk menumbuhkan etnosentrisme fleksibel. Kita juga harus belajar untuk membedakan antara emosi, penilaian terhadap moralitas, dan penilaian terhadap kepribadian yang sering disamakan dengan etnosentrisme dan cara pandang budaya.
Hal ini yang perlu di kembangkan dalam pemikiran kelompok-kelompok sosial di Indonesia, kehidupan multikultur harus tetap berlangsung sementara kultur asli dan masing-masing kelompok sosial tidak hilang karakteristisnya.

Kini bukan lagi saatnya menonjolkan ke-aku-an, ke-suku-an, ataupun ke-kami-an. Bukan pula waktunya mengungul-unggulkan kesukuannya/kelompoknya/daerahnya sendiri. Katakan dengan lantang “KITA ini bangsa INDONESIA. KITA siap bersatu-padu, berbakti dan mengabdi untuk kemajuan dan kejayaan NKRI. Tanpa menonjolkan individu, kelompok ataupun kedaerahan. KITA semua sama setara, tidak ada yang lebih rendah ataupun remeh! KITA siap mengawal NKRI dengan segenap jiwa raga KITA, bangsa Indonesia !” 




refrensi:




0 comments:

Posting Komentar

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Twitter

Diberdayakan oleh Blogger.

Gunadarma University

UG StudentSite

About me

Foto saya
South Jakarta, Jakarta, Indonesia
98's// ordinary girl♀ music-addict♬, Information System's Student

Instagram

Copyright © Naila's | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com